KPK Jemput Paksa Syahrul Yasin Limpo Khawatir Melarikan Diri
Share
PENUTUR.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menjemput paksa eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, Kamis, (12/10) malam.
Syahrul ditangkap saat berada di apartemen di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
KPK sebelumya juga telah menetapkan kader Partai Nasdem tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementerian Pertanian.
“Di sebuah apartemen di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dan saat ini sudah tiba di gedung merah putih KPK, untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10).
Alasan KPK menjemput paksa Syahrul adalah kekhawatiran yang bersangkutan akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
“Tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana misalnya, kekhawatiran melarikan diri,” ujar Ali Fikri.
“Kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti-bukti yang kemudian menjadi dasar tim penyidik KPK melakukan penangkapan dan membawanya di gedung merah putih KPK,” tegasnya.
Sedianya Syahrul telah dijadwalkan ulang untuk diperiksa pada Jumat, (13/10). Ia seharusnya bersikap kooperatif dengan mendatangi KPK pada Kamis, (12/10).
“Saya pikir sesuai dengan komitmennya yang kemarin kami sampaikan bahwa dia akan kooperatif, semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik KPK,” cetus Ali.
Namun, Syahrul Yasin Limpo sampai sore tadi tak datang ke KPK. Karena itu, hal ini yang mendasari KPK melakukan upaya jemput paksa terhadap Syahrul Yasin Limpo.
“Tentu sekali lagi ada alasan hukum bagaimana analisis dari tim penyidik KPK dilakukan untuk berikutnya penangkapan terhadap tersangka dimaksud,” ucap Ali.
Selain Syahrul, KPK juga menetapkan Sekjen Kementan Kasdi Subagyoni, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka.
Ketiga pejabat di Kementan itu diduga menikmati hasil pungutan sebesar Rp 13,9 miliar.
Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementan yang sudah di mark up.
Termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.