Kejagung Klarifikasi Kabar Nadiem Makarim Masuk DPO Kasus Korupsi Pengadaan Laptop
Share
PENUTUR.COM — Kejaksaan Agung (Kejagung) menepis isu yang menyebut mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kabar tersebut muncul dikaitkan dengan langkah Kejagung yang tengah mengusut dugaan korupsi di Kemendikbudristek semasa Nadiem menjabat.
Ada dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook dalam proyek digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019-2022.
“Itu tidak benar, saya kira berita itu tidak terkonfirmasi dengan baik ya, jadi tidak benar,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (2/6).
Harli mengaku sempat mengonfirmasi isu tersebut ke penyidik. Isu tersebut dipastikan tak benar mengingat Nadiem bahkan belum dimintai keterangan lebih lanjut oleh penyidik dalam kasus ini.
Harli turut menyampaikan, pemanggilan Nadiem akan dilakukan pihaknya jika keterangan yang bersangkutan dibutuhkan. Kejagung pun masih belum mengumumkan kapan Nadiem akan dipanggil penyidik.
Harli memastikan, Kejagung akan memanggil pihak manapun untuk dimintai keterangan di kasus pengadaan chromebook dalam proyek digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek periode 2019-2022.
Pihaknya tengah mendalami sejauh mana dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus ini.
Penyidik Kejagung bakal mendalami dan menganalisis berbagai informasi pada barang bukti elektronik maupun dokumen yang telah diamankan.
Dari ini, penyidik nantinya akan memetakan siapa saja pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya dalam kasus ini.
“Tentunya itu semua akan dibangun menjadi satu kasus yang utuh untuk menentukan pihak-pihak mana yang bertanggung jawab terhadap tindak pidana ini, termasuk siapa saja ya apakah ada pejabat, apakah ada pihak swasta,” ujar Harli.
Diketahui, Kejagung mengendus dugaan persekongkolan jahat di balik proyek tersebut. Diduga telah ada arahan untuk tim teknis membuat kajian seputar pengadaan tersebut.
Diduga ada arahan supaya dalam proyek ini menggunakan laptop berbasis operating system chromebook. Padahal, langkah ini tak sesuai dengan kebutuhan, bahkan disimpulkan tidak efektif untuk dijalankan.
Langkah itu dinilai tak efektif mengingat pengoperasian chromebook membutuhkan internet. Sedangkan infrastruktur internet di Indonesia belum sepenuhnya merata hingga ke daerah-daerah.


