Tidak Membolehkan Jilbab, BPIP Dituding Anti-Islam, Tidak Pancasilais, dan Melanggar Konstitusi
Share
PENUTUR.COM – Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengatakan Pasukan Kibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri tetap menggunakan jilbab saat bertugas dalam upacara peringatan HUT ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur pada 17 Agustus 2024.
Keputusan baru ini ingin memadamkan reaksi negatif umat Islam yang muncul akibat keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi yang tidak membolehkan jilbab di dua event Paskibraka: saat pengukuhan dan pengibaran bendera.
Reaksi negatif mencuat saat pengukuhan Pasukan Kibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 13 Agustus lalu karena para Paskibraka muslimah yang berjilbab tidak mengenakan jilbab. Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Ternyata, ada keputusan baru yang dikeluarkan Kepala BPIP Yudian Wahyudi dengan menyunat peraturan sebelumnya yang membolehkan jilbab.
“Ini keputasan Kepala BPIP no. 36 2024 ttg pakaian, atribut dan tampang Paskibraka “menyunat” Peraturan BPIP RI no. 3 tahun 2022 yg pada poin 4: Ciput warna hitam (utk putri berhijab). Poin ini dihilangkan. BPIP melanggar peraturan dan konstitusi ttg kebebasan menjalankan agama.” Demikian cuitan Cholil Nafis di Twitter alias X. Kiai ini adalah Ketua MUI Pusat 2020-2025 yang juga Rais Syuriah PB NU 2022-2027, dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Indonesia.
“Ini tdk pancasilais. Bagaimanpun Sila Ketuhanan Yg Maha Esa menjamin hak melaksanakan ajaran agama. Cabut arahan larangan berjilbab bagi paskibraka, atau pulang aja adik2 yg berjilbab jika dipaksa harus membuka jilbabnya, ” kata Cholil Nafis lebih lanjut.
Menanggapi cuitan Cholil Nafis, Muhammad Said Didu mencuit: “Sangat jelas BPIP anti Islam !!!!”
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan tokoh yang kerap mengkritik pemerintah.
Kritikan juga muncul dari Pengurus Pusat (PP) Purna Paskibraka Indonesia (PPI). Dalam pernyataan sikap yang diteken Ketua Umum PPI Gousta Feriza dan Sekretaris Jenderal PP PPI Suprapto yang dirlis pada 14 Agustus, mereka menolak tegas dugaan aturan atau tekanan terhadap anggota Paskibraka 2024 berjilbab untuk melepas hijab mereka tersebut.
“Kami atas nama seluruh anggota Purna Paskibraka Indonesia di mana pun berada, prihatin dan menolak tegas ‘kebijakan’ atau mungkin ada ‘tekanan’ terhadap adik-adik kami Anggota Paskibraka Tingkat Pusat (Nasional) Tahun 2024 Putri yang biasa menggunakan Hijab/Jilbab untuk melepaskan Hijab/Jilbab yang menjadi keyakinan Agama mereka,” demikian sikap mereka dalam pernyataan resminya.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta agar Paskibraka yang berjilbab tetap diperbolehkan menggunakan jilbab saat upacara 17 Agustus nanti.
”Kami minta tetap pakai jilbab nanti pada saat Paskibraka menjalankan tugasnya pada saat 17 Agustus,” kata Huda pada 15 Agustus.
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Manager Nasution meminta kebijakan pelarangan anggota Paskibraka memakai jilbab dicabut.
“Pelarangan itu merupakan tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia (HAM) universal,” kata Manager kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/8).
Kepala BPIP Yudian mengeluarkan keputusan kontroversial yang terlihat anti-Islam itu dengan alasan kesegaraman dan pasukan Paskibraka jua diminta tandatangan mengikuti aturan tampila tanpa pilihan memakai hijab atau jilbab atau kerudung.
Yudian berdalih BPIP tidak melakukan pemaksaaan lepas jilbab dan Paskibraka Muslimah melepas jilbab dengan sukarela.
Dalih ini tentu saja hanya ucapan untuk berkelit. Karena seperti dijelaskan Kiai Cholil Nafis, di aturan sebelumnya jilbab diperbolehkan. Dan di aturan baru, jilbab tidak diperbolehkan.
Manager membungkam jawaban BPIP yang berdalih pada kesukarelaan anggota Paskibraka.
“Pertama, cacat nalar relasi kuasa. Adik-adik pendaftar paskibraka saat disodori pernyataan semacam itu pastilah dalam situasi ‘terpaksa’. Ini terjadi relasi kuasa yang tidak berimbang,’ jelas Manager ang mengingatkan hak beragama itu adalah hak dasar warga negara.
“Sehingga, argumen BPIP bahwa pelarangan itu sesuai dengan peraturan BPIP, ini justru cacat nalar konstitusional,” ungkap Manager.
Manager berharap, Komnas HAM perlu menunaikan otoritasnya untuk memastikan akan dugaan terjadinya pelanggaran HAM oleh BPIP dalam kasus tersebut.
Sungguh ironis Lembaga yang menjadi Pembina Pancasila justru dituding tidak Pancasilais dan melanggar konstitusi.
Yudian Wahyudi yang muslim dan Rektor di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menelurkan kebijakan yang terlihat anti-Islam juga sebuah ironi.
Jika dirunut ke belakang, kebijakan ini bukanlah tindakan “salah langkah” atau “terpeleset”.
Yudian Wahyudi punya memang pemikiran yang berbeda dan kontroversial.
Ia pernah pernah membuat kebijakan melarang penggunaan cadar bagi mahasiswinya di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Aturan ini tertuang dalam surat keputusan B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 tentang pembinaan mahasiswi bercadar yang dikeluarkan pada 20 Februari 2018.
Yudian dilantik pada 5 Februari 2020 oleh Presiden Jokowi sebagai Kepala BPIP, yang kosong sejak ditinggal Yudi Latif 8 Juni 2018.
Yudian yang diusulkan Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri, sebagai Kepala BPIP itu menyampaikan pernyataan yang kontroversial hanya beberapa hari setelah dilantik.
Ia pernah menyebutkan bahwa “musuh terbesar Pancasila adalah agama”.
“Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,” katanya dalam wawancara dengan sebuah media online pada 12 Februari 2020.
Dari wawancara itu sempat juga muncul wacana mengganti ucapan assalamualaikum dengan salam Pancasila.
Setelah ucapannya viral dan memancing reaksi negatif, ia menegaskan agama bukanlah musuh Pancasila melainkan, jika agama tidak dikelola dengan baik maka bisa menjadi musuh.
Syukurlah kebijakan ini dianulir Presiden melalui Kasetpres. Setidaknya hal ini sedikit menghentikan pemikiran liar yang ada di masyarakat bahwa kebijakan BPIP ini cuma perpanjangan pemikiran yang ada di Istana saat ini.