Pernyataan Soal Tanah Terlantar Dikecam, Menteri ATR/BPN Minta Maaf
Share
PENUTUR.COM — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf terkait pernyataannya yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat.
“Saya meminta maaf kepada masyarakat Indonesia, publik, dan netizen atas pernyataan saya beberapa waktu lalu yang memicu kesalahpahaman,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (12/8).
Nusron menegaskan, maksud ucapannya adalah menjelaskan kebijakan pertanahan, khususnya mengenai tanah telantar, sesuai amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Ia menyebut, terdapat jutaan hektare tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dibiarkan tidak produktif.
Menurutnya, tanah telantar tersebut seharusnya dimanfaatkan untuk program strategis pemerintah seperti reforma agraria, pertanian rakyat, ketahanan pangan, perumahan murah, hingga penyediaan lahan fasilitas publik seperti sekolah dan puskesmas.
Ia menekankan, kebijakan itu hanya menyasar lahan HGU dan HGB yang tidak dimanfaatkan, bukan tanah rakyat, sawah, pekarangan, atau tanah waris yang memiliki sertifikat hak milik dan hak pakai.
Nusron mengakui ada bagian pernyataannya yang disampaikan dalam konteks bercanda. Namun, setelah meninjau ulang, ia menyadari candaan itu tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik.
“Pernyataan itu bisa menimbulkan persepsi keliru dan liar di masyarakat. Untuk itu saya memohon maaf sebesar-besarnya,” ujarnya.
Ke depan, Nusron berkomitmen lebih berhati-hati memilih kata agar pesan kebijakan tersampaikan dengan jelas tanpa menyinggung pihak mana pun.
“Semoga Allah SWT mengampuni dosa kami, dan masyarakat menerima permohonan maaf ini,” katanya.
Sebelumnya, pernyataan Nusron yang menyebut tanah menganggur dua tahun dapat diambil alih negara menuai reaksi luas, termasuk meme dan parodi di media sosial.
Ia menyebut, secara prinsip, seluruh tanah di Indonesia milik negara, sedangkan masyarakat memiliki hak atas tanah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.


