LOADING

Ketik di sini

Gaya Hidup

Mengenal Rematik yang Menyerang Orang Berusia Lanjut

Share
Senior sehat. Foto: marcus-aurelius @Pexels

PENUTUR.COM – Semakin lanjut usia seseorang, semakin tinggi kemungkinan terjadi pengapuran.

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa pada 2019 sekitar 18 juta orang di seluruh dunia menderita rematik. Di mana 70% penderitanya adalah perempuan dan 55% adalah orang berusia di atas 55 tahun.

Rematik adalah suatu kumpulan penyakit yang mengenai sendi, tulang, otot, dan jaringan ikat sekitar sendi.

Jenis rematik yang paling dikenal adalah pengapuran (osteoarthritis), pengeroposan (osteoporosis), asam urat (pirai atau gout), dan peradangan (arthritis reumatoid).

Pengapuran paling banyak terjadi di lutut, kemudian bisa di pinggang, di leher, dan tangan (sendi jari tangan).

Pengapuran jarang ditemukan pada panggul. Sayangnya, penyebab pengapuran belum diketahui.

Pengapuran lebih sering terjadi pada perempuan menjelang usia lanjut, yaitu sekitar usia 40-an. Pada pria, pengapuran timbul lebih lambat yaitu sekitar usia 50-an.

Meskipun nama penyakit ini pengapuran namun tidak ada hubungan dengan banyaknya kapur di dalam tulang.

Yang terjadi sebenarnya adalah penipisan tulang rawan pada sendi. Tulang akan bergesekan dengan tulang sehingga tumbuh semacam “taji”, sepeti taji ayam” yang kemudian mengeras seperti gumpalan kapur.

Beberapa faktor risiko tertentu berkaitan dengan pengapuran.

Faktor tersebut adalah adanya kelainan biokimia, melakukan banyak pekerjaan yang berkaitan dengan sendi, kelebihan berat badan (obesitas), penyakit kencing manis, dan penyakit yang merusak seln sendi (penyakit autoimun).

Secara umum gejala awal pengapuran adalah sakit pada sendi. Pasien akan dirontgen. Jika hasilnya menunjukkan adanya pengapuran namun pasien belum mengeluh, maka kondisi tersebut dinamakan pengapuran secara biologis. Kadang-kadang dilakukan uji darah pada laboratorium.

Karena penyakit ini memang normal terjadi pada usia lanjut, pengobatan hanya dilakukan kalau sudah timbul keluhan yang mengganggu pasien, misalnya kesakitan atau terganggu aktivitasnya. Untungnya, pengapuran tidak membawa komplikasi ke organ lain.

BACA JUGA  Jelang Piala Dunia U-17, Presiden Jokowi Tinjau Renovasi Stadion Si Jalak Harupat

Terapi
Terapi tergantung dari stadium penyakit. Pada tahap ringan, dokter akan memberikan obat penghilang sakit, fisioterapi, dan perlindungan pada sendi.

Dokter akan menyarankan tidak boleh terlalu banyak jalan, pilih olahraga yang tidak terlalu keras dan hindari aerobik.

Pada tahap pengapuran yang sedang, akan dilakukan sayatan ringan pada daerah sendi, lalu sendi dibersihkan.

Pada stadium yang sudah sangat lanjut, kaki menjadi bengkok, dan timbul rasa sakit yang hebat pada sendi.

Pada kondisi ini, pasien akan dilakukan operasi untuk mengganti sendi akan diganti dengan bahan semacam besi.

Mengobati Sendiri Rematik
Penjelasan dokter mengenai obat rematik dirasa tidak cukup, sehingga para penderita rematik kurang puas.

Biasanya mereka lalu memilih untuk mengobati sendiri penyakitnya dengan pemakaian obat yang kurang tepat.

Jumlah penderita yang mengobati diri sendiri berkisar dari 59,5 persen sampai 64,5 persen. Sebanyak 26,3 persen sampai 42.4 persen memilih menggunakan jamu. Demikian hasil penelitian di Indonesia pada tahun 2002.

Sebenarnya, mencari obat sendiri boleh saja, namun hanya untuk pertolongan pertama.

Misalnya, penderita merasa badan pegal-pegal, kemudian mencari pengobatan berupa pijat. Hal itu boleh dilakukan.

Namun, jika sampai seminggu gejala atau mungkin efek samping obat yang digunakan belum hilang juga, sebaiknya segera datang ke dokter.

Penggunaan jamu, biasanya dengan alasan berhemat. Padahal efek samping obat rematik yang berasal dari jamu-jamuan bisa jadi tidak ringan.

Sebab, biasanya pada jamu tersebut telah ditambah bahan sintetik yang mungkin berkhasiat obat namun dengan efek samping yang nantinya justru hanya akan menguras dompet Anda.

Obat untuk penderta rematik merupakan obat anti radang dari kelompok Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAIDs) atau istilah Indonesia-nya: Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).

BACA JUGA  Sampaikan Pledoi, Mario Dandy Bersedia Bayar Restitusi Sesuai Kemampuan

Jenis lainnya adalah dari kelompok steroid yang juga bisa dengan cepat memberikan efek, contohnya prednisolon.

Tetapi obat jenis steroid ini memiliki banyak efek samping yang merugikan.

Tujuannya hanya simptomatik (mengatasi gejala), karena memang nyeri adalah gejala rematik. Tapi, penggunaan obat antinyeri ini bisa berbulan-bulan bahkan sampai tahunan, meski tidak secara terus menerus.

Karena itu, jika ada efek samping, kemungkinan kejadiannya akan cukup mengganggu bahkan berbahaya.

Pemakaian obat jenis NSAIDs tetap memilik efek samping. Biasanya yang ditemui adalah tukak lambung, pembengkakan pada tungkai, dan peningkatan tekanan darah. Namun demikian angka kejadian efek samping tersebut sangat kecil.

Tags: