Maukah Anda Memakan Pangan Hasil Rekayasa Genetik?
Share
PENUTUR.COM – Makanan transgenik semakin banyak beredar di pasaran. Nilai pasarnya meningkat secara signifikan dari US$ 109,2 juta (Rp 1,7 triliun) pada tahun 2023 diperkirakan menjadi US$ 196,516 juta (Rp 2,6 triliun) pada tahun 2033.
Makanan transgenik adalah makanan yang diolah dari tumbuhan hasil rekayasa genetik, atau biasa disebut genetically modified organism (GMO).
Pada labelnya biasa ditemukan sebagai: “Bioengineered” atau “Produk of genetically modified organism (GMO)” atau “Contains genetically modified ingredients”.
Di Indonesia produk ini disebut sebagai “Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG)”.
Saat dilansir pada awal 1980-an, teknologi ini belum memperoleh reaksi sedahsyat sekarang. Kini, polemik tentangnya berlangsung di mana-mana.
Di satu sisi, kalangan industri dan sebagian ilmuwan mendukung teknologi transgenik. Di sisi lain, kalangan lembaga konsumen dan aktivis lingkungan memprotesnya. Pokok soalnya: amankah produk transgenik buat lingkungan dan kesehatan?
Polemik soal produk transgenik ini memang pantas kian riuh. Karena, mencermati data statistik, pemanfaatan teknologi ini semakin meluas dari hari ke hari.
Saat ini ada tujuh tanaman transgenik utama di dunia.
Jagung (Corn): Jagung merupakan salah satu tanaman GMO yang paling umum di dunia. Varietas jagung yang dimodifikasi secara genetik sering digunakan dalam industri makanan, pakan ternak, dan juga sebagai bahan baku untuk produk-produk lainnya seperti sirup jagung.
Kedelai (Soybean): Kedelai GMO juga banyak ditanam dan digunakan, terutama dalam produk makanan, minyak kedelai, dan pakan ternak.
Kanola (Canola): Tanaman kanola yang dimodifikasi secara genetik sering digunakan untuk menghasilkan minyak kanola yang lebih tahan terhadap serangga dan herbisida.
Kentang (Potato): Beberapa varietas kentang GMO telah dikembangkan untuk meningkatkan ketahanannya terhadap penyakit dan hama.
Pepaya: Varietas papaya yang dimodifikasi secara genetik telah dikembangkan untuk melawan virus yang mengancam tanaman papaya di beberapa wilayah.
Bit Gula (Sugar Beet): Tanaman bit gula yang dimodifikasi secara genetik digunakan dalam produksi gula.
Zukini (Zucchini): Beberapa varietas zukini yang dimodifikasi secara genetik telah dikembangkan untuk meningkatkan ketahanannya terhadap serangga dan penyakit.
Ada beberapa contoh hewan yang telah dimodifikasi secara genetik untuk tujuan tertentu, meskipun penggunaannya mungkin tidak seumum tanaman GMO. Beberapa contoh termasuk:
Salmon: Beberapa perusahaan telah mengembangkan salmon yang dimodifikasi secara genetik untuk pertumbuhan yang lebih cepat. Namun, penggunaan dan pemasaran salmon GMO ini masih terbatas di beberapa negara dan masih menjadi perdebatan etis dan regulasi.
Babi: Ada penelitian tentang babi yang dimodifikasi secara genetik untuk menghasilkan daging dengan komposisi lemak yang lebih sehat, seperti lebih rendah lemak jenuh atau lebih tinggi asam lemak omega-3.
Kambing: Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan kambing yang dimodifikasi secara genetik agar dapat menghasilkan protein sutra laba-laba dalam susu mereka, yang kemudian dapat digunakan dalam berbagai aplikasi medis dan industri.
Jika ditilik, segala polemik besar itu menyoal gen.
Apa gen itu? Setiap virus, bakteri, atau sel dari makhluk hidup memiliki inti atau nukleus. Dalam inti dijumpai sifat baka yang sebut gen.
Misalnya, dalam tembakau, akan ditemui gen umum yang akan menghasilkan tanaman tembakau. Sementara, gen khusus menghasilkan nikotin.
Penjelasan lain, gen adalah kumpulan asam deoksiribo nukleat (DNA) yang mengatur dan mengendalikan sifat makhluk hidup. Ada gen yang “mengatur” agar pisang masak berwarna kuning atau singa jantan memiliki rambut yang lebat.
Maka, secara sederhana, transgenik adalah penyusupan gen tunggal dari satu spesies makhluk hidup ke gen spesies makhluk hidup lain.
Misalnya, sifat baka dari gen organ pankreas penghasil insulin dari manusia atau babi dicangkokkan kepada bakteri escherichia coli (E coli), maka bekteri akan memproduksi insulin dalam jumlah amat banyak.
Contoh lain, gen bakteri yang menghasilkan toksin pembunuh hama disusupkan ke jagung. Hasilnya: jagung transgenik yang tahan hama tanaman.
Menyangkut kesehatan, pangan transgenik menjadi sorotan utama. Ada sejumlah isu yang sering mengemuka berkaitan dengan hal itu.
Salah satunya adalah kekhawatiran soal alergen (zat yang bisa menimbulkan reaksi alergi pada manusia) yang terbawa ke produk makanan dan masuk ke tubuh manusia.
Isu ini muncul seiring dengan hasil penelitian para ahli bahwa kedelai transgenik yang mengandung gen dari kacang Brasil ternyata menimbulkan potensi reaksi alergi fatal.
Beberapa produk pangan transgenik juga diyakini mengandung gen yang membuat tubuh resisten terhadap antibiotik.
Kekhawatiran lainnya adalah timbulnya efek toksin atau racun yang berbahaya bagi kesehatan, termasuk yang bisa menyebabkan kanker.
Ada beberapa kasus yang membuktikan bahwa deretan anggapan di atas bukan omong kosong. Misalnya, beberapa waktu lalu, produk makanan buatan Meksiko ditarik dari peredaran di Amerika Serikat.
Karena, melalui pengujian diketahui, produk itu mengandung jagung BT Star Link cry 9c yang direkomendasikan hanya untuk pakan ternak. Penarikan itu ditempuh karena makanan ini dapat menimbulkan efek negatif bila dikonsumsi manusia.
Selain pangan, sesungguhnya produk transgenik juga menyasar industri farmasi. Sebagai contoh, dengan teknologi transgenik, dapat diproduksi sejumlah vaksin dalam jumlah yang banyak.
Untuk vaksin malaria, misalnya, bakteri e coli disusupkan ke antigen sporozoit dari kera. Produksi human growth hormone (HGH) secara massal juga menggunakan teknologi transgenik.
Sebuah laporan yang dirilis April lalu juga mencuatkan harapan. Yaitu, saat ilmuwan University of Georgia dan perusahaan AviGenics Inc. merekayasa secara genetika ayam jenis White Leghorn sehingga dapat menghasilkan telur yang mengandung obat.
Seperti diketahui, hewan ternak menghasilkan protein bagi manusia. Protein digunakan untuk mengobati aneka penyakit.
Namun, memelihara kambing atau sapi membutuhkan waktu lama sebelum dapat memanen susu atau dagingnya. Karena itu, para ilmuwan memanfaatkan telur ayam sebagai sumber protein untuk mengobati penyakit.
Pasalnya, ayam jenis White Leghorn dapat menghasilkan 330 butir telur tiap tahun.
Untuk menghasilkan ayam transgenik itu, para peneliti menggunakan tiruan vektor dari virus Avian Leukosis (ALV) untuk menyelipkan gen beta-laktamase yang menghasilkan protein.
Setelah mengeramkan telur-telur di dalam inkubator, diperoleh ayam-ayam membawa gen baru tersebut. Tidak semua ayam mewarisi gen itu: cuma 10 persen.
Kemudian, ayam betina dan pejantan yang memiliki kadar beta-laktamase tinggi dikawinkan sehingga menghasilkan ayam transgenik yang membawa salinan gen.
Dalam laporan yang dipublikasikan di Nature Biotechnology itu, para peneliti juga menyatakanm setiap telur ayam transgenik dapat mengandung sekitar 6,5 gram enzim penanda beta-lactamase (beta-laktamase).
Bagaimana pun polemik belum juga reda. Beberapa risiko yang diidentifikasi dan dibahas dalam literatur ilmiah dan diskusi publik meliputi:
- Potensi dampak pada kesehatan manusia: Beberapa studi telah menunjukkan kemungkinan dampak negatif dari konsumsi makanan GMO terhadap kesehatan manusia. Namun, bukti ilmiah yang konsisten masih kurang dan banyak penelitian menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut.
- Dampak lingkungan: Salah satu kekhawatiran utama adalah dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh tanaman GMO, termasuk penurunan keanekaragaman hayati, resistensi hama yang muncul, dan kerusakan lingkungan yang tidak disengaja.
- Permasalahan keamanan pangan: Ada kekhawatiran terkait dengan kemungkinan adanya alergen baru atau peningkatan toksisitas dalam tanaman yang dimodifikasi secara genetik, meskipun langkah-langkah evaluasi keamanan telah dilakukan sebelum izin komersial diberikan.
- Dampak sosial dan ekonomi: Penggunaan teknologi GMO juga memunculkan pertanyaan etis dan sosial tentang kontrol atas sumber daya genetik tanaman, pengaruh perusahaan besar dalam industri pangan, serta keadilan akses terhadap teknologi bagi petani di negara-negara berkembang.
Indonesia sendiri sudah berusaha mengatur soal GMO atau PRG ini dalam sejumlah regulasi.
Di antaranya: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagene Protocol on Biosafety to The Convention on Biological Diversity dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Undang-undang itu kemudian diperinci lagi di sejumlah peraturan pemerintah dan peraturan Badan POM.
Apakah makanan PRG ini halal bagi muslim? Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 35 Tahun 2013 menyatakan bahwa GMO ini mubah.
Berikut isi fatwanya:
1. Melakukan rekayasa genetika terhadap hewan, tumbuhtumbuhan dan mikroba (jasad renik) adalah mubah (boleh),
dengan syarat :
a. dilakukan untuk kemaslahatan (bermanfaat);
b. tidak membahayakan (tidak menimbulkan mudharat), baik pada manusia maupun lingkungan; dan
c. tidak menggunakan gen atau bagian lain yang berasal dari tubuh manusia.
2. Tumbuh-tumbuhan hasil rekayasa genetika adalah halal dan boleh digunakan, dengan syarat :
a. bermanfaat; dan
b. tidak membahayakan
3. Hewan hasil rekayasa genetika adalah halal, dengan syarat :
a. Hewannya termasuk dalam kategori ma’kul al-lahm (jenis hewan yang dagingnya halal dikonsumsi)
b. bermanfaat; dan
c. tidak membahayakan
4. Produk hasil rekayasa genetika pada produk pangan, obatobatan, dan kosmetika adalah halal dengan syarat :
a. bermanfaat
b. tidak membahayakan; dan
c. sumber asal gen pada produk rekayasa genetika bukan berasal dari yang haram