LOADING

Ketik di sini

Hiburan

Keluarga Muslim Perlu Menghindari Media LGBT dan Pro-Zionis seperti Tiktok, Netflix, dan X

Share

PENUTUR.COM – Dalam era digital, keluarga Muslim menghadapi tantangan besar menjaga aqidah dan akhlak generasi muda. Hal yang mengerikan yang ada di tengah-tengah kita adalah media hiburan dan media sosial yang punya misi mendorong LGBT+ ke tengah masyarakat secara terang-terangan.

Yang lebih mengerikan, banyak orang tua dari keluarga muslim tidak peduli dan mengabaikan hal itu. Mereka terus saja berlangganan Netflix dan Disney+ untuk anak-anak mereka dan membiarkan mereka asik dengan Tiktok dan X.

PENUTUR.COM – Padahal platform hiburan dan sosial itu mendorong hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam seperti LGBT, dan yang tak kalah pentingnya, menjadi alat propaganda Zionis yang menjajah Palestina.

Berikut ini platform hiburan dan media sosial yang mesti orang tua muslim mesti waspadai dan sebaiknya menyingkirkannya dari ruang keluarga dan layar televisi atau gadget anak.

TikTok

Algoritma sering mendorong konten trans dan LGBTQ+ ke pengguna muda, termasuk video promosi identitas gender dan seksualitas yang menargetkan remaja, dengan isu sensor dan promosi konten anti-LGBTQ+ yang memengaruhi anak-anak di bawah umur melalui akses mudah tanpa verifikasi ketat.

TikTok di AS kini dikuasai oleh konsorsium yang dipimpin Larry Ellison, pendiri Oracle yang merupakan donor terbesar pribadi bagi IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan secara terbuka mendukung Israel sebagai “negara miliknya sendiri”.

Kritik utama mencakup potensi sensor konten pro-Palestina untuk mempromosikan narasi pro-Israel, karena TikTok sebelumnya dianggap “terlalu pro-Palestina” oleh lobi Israel seperti ADL (Anti-Defamation League), yang mendorong larangan app tersebut. Netanyahu menyebut akuisisi ini sebagai “senjata” paling penting untuk “memberi arah kepada orang Yahudi dan teman non-Yahudi mereka” di media sosial, dengan Oracle mengontrol algoritma yang bisa menekan kritik terhadap Israel dan genosida Gaza. Eksekutif Oracle seperti Safra Catz mendorong “menanamkan cinta dan rasa hormat terhadap Israel dalam budaya Amerika”, dan karyawan yang kritis terhadap Israel dirujuk ke layanan kesehatan mental atau dianggap tidak cocok bekerja di sana.

Ini dianggap sebagai pergeseran pengaruh asing dari China ke Israel, membatasi kebebasan berpendapat bagi generasi muda yang kritis terhadap Israel.

Tuduhan penyebaran pornografi untuk anak: Algoritma TikTok merekomendasikan konten seksual eksplisit dan pornografi kepada akun anak-anak baru dibuat (pura-pura berusia 13 tahun), termasuk saran pencarian seperti “very rude babes” atau “unshaven girl”, dan akses mudah ke video flashing atau seks penetratif hanya dengan beberapa klik, meskipun melanggar pedoman platform.

Laporan Global Witness menemukan ini sebagai pelanggaran Online Safety Act di Inggris, di mana platform wajib filter konten berbahaya untuk anak.

TikTok juga dituduh tahu fitur livestream memfasilitasi eksploitasi anak (seperti tarian seksual untuk hadiah digital), dengan internal inquiry mengonfirmasi pencucian uang dan konten seksual anak, tapi perusahaan lambat menerapkan pengamanan karena untung besar.

Gugatan dari Utah dan negara bagian AS lainnya menuduh TikTok memungkinkan predator memanfaatkan anak, termasuk grooming dan distribusi CSAM (child sexual abuse material), dengan investigasi federal DOJ atas penanganan konten tersebut.

Netflix

Memasukkan representasi LGBTQ+ dalam konten anak-anak, seperti seri “CoComelon Lane” yang menampilkan pasangan ayah gay dan adegan anak laki-laki berpakaian tutu serta tiara, serta “Dead End: Paranormal Park” dengan karakter utama Barney yang gay dan trans, serta Norma yang pansexual; juga “Princess Power” di mana satu karakter memiliki dua ayah. Dan “Heartstopper” yang mengeksplorasi tema cinta sesama jenis remaja.

BACA JUGA  BMKG Prediksi Terjadi Gelombang Setinggi 4 Meter, Lokasi di Pesisir Pantai Selatan Banten

Netflix sering dikritik karena sikap pro-Zionisnya melalui promosi konten yang memuliakan layanan intelijen Israel seperti Mossad dan menekan narasi Palestina.

Contohnya, platform ini menayangkan serial seperti Fauda dan The Spy, yang menggambarkan agen Israel sebagai pahlawan melawan “teroris” Palestina, serta menghapus koleksi “Palestinian Stories” (lebih dari 30 film tentang Palestina) pada 2024 setelah tekanan dari kelompok lobi Zionis seperti Im Tirtzu, yang dianggap sebagai upaya sensor suara Palestina di tengah genosida Gaza.

Netflix juga mengakuisisi konten Israel asli seperti serial Bros dan proyek dengan aktor Israel, serta menyatakan diri “truly Israeli” saat meluncurkan layanan di Israel pada 2017, yang memicu seruan boikot BDS.

Disney+

Menyertakan elemen LGBTQ+ dalam acara anak-anak, seperti ciuman sesama jenis pertama di animasi Disney pada “The Owl House” antara karakter Luz dan Amity, karakter pansexual Ally di “Amphibia”, karakter gay dan non-binary di “The Proud Family: Louder and Prouder”, serta karakter trans di “Moon Girl and Devil Dinosaur”; juga “Andi Mack” sebagai seri Disney pertama dengan karakter LGBTQ+ remaja yang keluar.

Disney+ (bagian dari The Walt Disney Company) menunjukkan dukungan pro-Israel melalui donasi finansial dan konten yang melibatkan aktor Zionis. Setelah serangan Hamas pada Oktober 2023, Disney mendonasikan $2 juta untuk bantuan kemanusiaan di Israel, termasuk $1 juta ke Magen David Adom (layanan darurat Israel) dan sisanya untuk organisasi anak-anak, sambil mengecam “serangan teroris” tanpa menyebut korban Palestina, yang memicu boikot dari pendukung Palestina.

Contoh konten termasuk film Marvel seperti Captain America: Brave New World yang menghidupkan kembali karakter Ruth Bat-Seraph (agen Mossad) dan Snow White yang dibintangi Gal Gadot (mantan tentara IDF dan pendukung vokal Israel), yang dianggap mempromosikan propaganda Israel dan mendukung apartheid terhadap Palestina.

Disney juga memiliki kemitraan distribusi konten di Israel dan mempekerjakan talenta Israel, memperkuat kehadirannya di pasar tersebut.

YouTube Kids

Merekomendasikan video edukasi LGBTQ+ untuk anak-anak melalui channel seperti “Queer Kid Stuff” yang menjelaskan istilah seperti “gay” dan “LGBT” dengan host Lindsay Amer dan boneka Teddy, serta video tentang sejarah LGBTQ+ dan Pride Month dari Twinkl Kids TV, termasuk konten drag queen yang memicu kekhawatiran orang tua.

Nickelodeon/Paramount+: Menampilkan karakter non-binary seperti Nightshade (they/them) dan Sam (she/they) di “Transformers: EarthSpark”, pasangan gay pertama di Nickelodeon pada “The Loud House” dengan Howard dan Harold McBride, serta adegan Pride parade dengan drag queen Nina West di video “Blue’s Clues & You!” yang menampilkan keluarga sesama jenis dan non-binary; juga “Rock, Paper, Scissors” dengan karakter alien gay.

Nickelodeon (di bawah Paramount Global) dianggap pro-Zionis melalui pemiliknya yang mendukung Israel dan inisiatif lokal di Israel. Paramount mendonasikan $1 juta untuk bantuan Israel pasca-serangan Oktober 2023, mengecam Hamas sebagai “teror dan kebencian”, serta mencocokkan donasi karyawan, sementara Nickelodeon Israel menayangkan pesan keselamatan untuk anak-anak Israel selama konflik Gaza tanpa menyebut Palestina, dan berkolaborasi dengan World Zionist Organization untuk spesial Holocaust Remembrance Day yang mempromosikan narasi Zionis kepada anak muda.

Pemilik Paramount, Shari Redstone (putri pendiri Zionis), mengontrol Nickelodeon, dan saluran Nickelodeon Israel memproduksi konten lokal seperti HaHamama (diadaptasi Netflix sebagai Greenhouse Academy), yang memperkuat hubungan dengan industri hiburan Israel.

Instagram

Melalui algoritma, mengarahkan anak-anak ke konten LGBTQ+ eksplisit atau aktivisme, seperti akun edukasi tentang identitas queer dan hashtag yang mempromosikan isu gender serta seksualitas, meskipun ada pembatasan pencarian untuk remaja yang kadang salah mengklasifikasikan konten LGBTQ+ sebagai “sensitive”.

BACA JUGA  Bank BCA Buka Loker bagi Lulusan SMA, SMK, D3 dan S1, Fresh Graduate Silakan Daftar

Hulu

Menampilkan konten LGBTQ+ dalam acara anak-anak seperti “The Bravest Knight” dengan karakter gay dan “First Day” yang mengeksplorasi tema identitas gender, serta “High School Musical: The Musical: The Series” dengan representasi queer di kalangan remaja.

Cartoon Network

Seri seperti “Adventure Time” dan “Steven Universe” memiliki representasi LGBTQ+ substansial, termasuk hubungan lesbian dan karakter queer, yang memengaruhi anak-anak melalui animasi populer.

Amazon Prime Video

Menyediakan konten seperti “The Dragon Prince” dengan tema LGBTQ+ seperti hubungan sesama jenis, dan fitur Group Watch yang memungkinkan streaming bersama untuk acara dengan representasi queer.

HBO Max

Menampilkan acara seperti “Sort Of” dan “Sex Lives of College Girls” dengan karakter LGBTQ+, meskipun lebih untuk remaja, serta konten anak-anak yang mulai menyertakan elemen inklusif gender.

Di sisi lain, film Hollywood yang menyasar anak-anak atau keluarga (termasuk film seperti Fantastic Beasts atau produksi Marvel) yang memasukkan elemen LGBTQ+.
Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore (2022): Bagian dari franchise Harry Potter yang ramah keluarga, film ini secara eksplisit mengonfirmasi orientasi gay Dumbledore melalui dialog tentang cinta masa lalunya dengan Grindelwald, termasuk frasa “musim panas ketika Gellert dan saya jatuh cinta”. Meskipun ditujukan untuk penonton lintas usia, termasuk anak-anak, elemen ini cukup halus tetapi tetap mempromosikan representasi LGBTQ+.

Eternals (2021, Marvel): Film superhero MCU yang ditujukan untuk penonton keluarga, menampilkan Phastos, superhero gay pertama, yang memiliki suami dan anak. Adegan keluarga sesama jenis ini menjadi representasi LGBTQ+ yang signifikan dalam film superhero ramah anak.

Lightyear (2022, Disney/Pixar): Spin-off Toy Story yang ditujukan untuk anak-anak, film ini mencakup ciuman singkat antara dua karakter wanita, pasangan lesbian Alisha Hawthorne dan pasangannya, yang memicu kontroversi di beberapa negara karena dianggap mempromosikan hubungan sesama jenis kepada penonton muda.

Strange World (2022, Disney): Film animasi petualangan untuk keluarga, menampilkan Ethan Clade, karakter remaja gay pertama Disney, yang memiliki ketertarikan romantis terhadap karakter pria lain, Diazo. Hubungan ini digambarkan secara terbuka dalam narasi yang ramah anak.

Onward (2020, Disney/Pixar): Film animasi untuk anak-anak yang menampilkan karakter sekunder, Officer Specter, seorang polisi lesbian yang menyebutkan pasangannya secara singkat dalam dialog, menandakan representasi LGBTQ+ dalam film keluarga.

The Mitchells vs. the Machines (2021, Sony Pictures Animation, dirilis via Netflix): Film animasi komedi untuk anak-anak dan keluarga, menampilkan Katie Mitchell yang secara implisit digambarkan sebagai queer melalui pin pelangi di jaketnya dan referensi halus tentang ketertarikannya pada wanita, meskipun tidak eksplisit.

Nimona (2023, Netflix): Film animasi berdasarkan komik, ditujukan untuk anak-anak dan remaja, menampilkan karakter Nimona yang genderfluid dan hubungan gay antara Ballister Boldheart dan Ambrosius Goldenloin, dengan tema penerimaan identitas yang kuat.

Zootopia (2016, Disney): Meskipun tidak eksplisit, beberapa penonton menafsirkan karakter seperti Buck Wilde sebagai memiliki subteks queer, dan sekuelnya (Zootopia 2, 2024) dikabarkan akan memperkenalkan karakter pendukung LGBTQ+ lebih jelas, meskipun detailnya masih terbatas.

Propaganda Zionisme

Propaganda Israel di YouTube merupakan bagian dari kampanye hasbara (istilah Ibrani untuk diplomasi publik atau propaganda negara) yang bertujuan membentuk opini global, khususnya menyangkut konflik Gaza.

Israel menggunakan platform YouTube untuk menyebarkan narasi yang membela kebijakannya, seperti menyangkal krisis kemanusiaan di Gaza, mempromosikan bantuan kemanusiaan palsu, dan menargetkan audiens muda di Eropa serta AS.

BACA JUGA  Eks PM Bangladesh Sheikh Hasina Tuding AS Berperan dalam Penggulingan Dirinya

Kampanye ini sering kali melibatkan iklan berbayar yang didanai pemerintah Israel, yang memanfaatkan algoritma YouTube untuk meningkatkan jangkauan.

Kontrak Besar dengan Google/YouTube

Pada Juni 2025, Israel menandatangani kontrak senilai $45 juta dengan kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kampanye iklan digital melalui YouTube dan platform iklan Google seperti Display & Video 360.

Kontrak ini secara eksplisit disebut sebagai hasbara, dengan tujuan mempromosikan pesan pemerintah Israel dan menyangkal kelaparan di Gaza.

Iklan-iklan ini menampilkan video dari Kementerian Luar Negeri Israel yang mengklaim “Ada makanan di Gaza. Klaim lain adalah kebohongan,” yang telah dilihat lebih dari 6 juta kali berkat promosi berbayar.

Video serupa menunjukkan pasar ramai dan restoran di Gaza untuk menciptakan ilusi normalitas, meskipun laporan IPC (Integrated Food Security Phase Classification) menyatakan adanya kelaparan di wilayah tersebut sejak Agustus 2025.

Kampanye ini merupakan bagian dari pengeluaran lebih luas senilai $50 juta, termasuk $3 juta untuk X (Twitter) dan sisanya untuk platform lain seperti Outbrain dan Teads. Iklan ini menargetkan negara-negara Eropa seperti Yunani, Italia, dan Jerman, serta audiens global, dengan tujuan membantah tuduhan genosida dan blokade bantuan. Google digambarkan sebagai “entitas kunci” dalam mendukung pesan Netanyahu, meskipun perusahaan tersebut tidak merespons tuduhan bias.

Contoh Konten Propaganda: Video iklan menampilkan pasar Gaza yang “ramai” dan bantuan kemanusiaan Israel, yang bertentangan dengan realitas blokade dan serangan militer. Ini dipromosikan secara masif, mencapai 30 juta tayangan dalam sebulan terakhir Agustus-September 2025.

Iklan yang menyalahkan PBB atas kegagalan distribusi bantuan, mempromosikan Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang kontroversial sebagai alternatif, meskipun GHF dituduh sebagai “jebakan kematian” oleh kritikus.

Konten grafis emosional pasca-serangan Hamas 7 Oktober 2023, seperti iklan dengan gambar kekerasan untuk membangun simpati, yang dilihat jutaan kali di YouTube.

Bias Algoritma dan Sensor

Algoritma YouTube diduga mendukung konten pro-Israel melalui shadowbanning (penekanan tak terlihat) dan penghapusan konten pro-Palestina.

Organisasi seperti 7amleh mendokumentasikan ribuan kasus sensor terhadap video Palestina, termasuk bukti kejahatan perang, sementara konten kekerasan dari akun resmi Israel tetap online. AI YouTube dilatih dengan bias yang mendukung narasi Israel, menyebabkan penghapusan lebih dari 200.000 video Palestina pada 2018 saja.

Karyawan internal YouTube mengeluhkan inkonsistensi moderasi, di mana konten anti-Israel lebih sering dihapus daripada propaganda pro-Israel. Grup seperti Iron Truth bekerja sama dengan insider Big Tech untuk menghapus sekitar 1.000 postingan yang dianggap “anti-Zionis” atau “pro-teroris.”

Dampak dan KritikKampanye ini memengaruhi opini publik, terutama Gen Z, dengan iklan yang muncul di video YouTube dan menargetkan 50 juta impresi per bulan melalui platform seperti TikTok dan Instagram.

Kritikus seperti CAIR menyerukan Google membatalkan kontrak ini, menyebutnya sebagai dukungan terhadap genosida Gaza yang telah menewaskan lebih dari 60.000 orang. Pengguna melaporkan iklan propaganda yang mengganggu, seperti klaim Gaza sebagai “surga liburan” atau penyangkalan kelaparan, yang memicu boikot terhadap Google. Meskipun YouTube mengklaim menegakkan kebijakan secara netral, laporan menunjukkan pola diskriminasi yang membatasi kebebasan berekspresi Palestina.

Semua platform di atas mengandung dua agenda: normalisasi LGBT sejak usia dini dan dukungan terhadap Zionisme. Bagi keluarga Muslim, menjauhi atau sangat selektif dalam menggunakan layanan ini adalah bentuk perlindungan iman, akhlak, serta solidaritas terhadap Palestina.

Tags: