Bicara Kebebasan Berpendapat, Elon Musk Dituding Munafik dan Pembohong
Share
Elon Musk menyatakan bahwa laporan Media Matters itu bertujuan memojokkan Twitter karena mengambil iklan yang “kebetulan” berdampingan dengan posting antisemitis atau rasis.
Laporan Media Matters itu hanyalah rangkaian dari upaya Zionisme menaklukkan Twitter. Sejak tahun lalu, Anti-Defamation League (ADL), sebuah LSM yang khusus menyoroti antisemitis dan anti Israel, sudah melaporkan meningkatnya ujaran kebencian terhadap Zionis/Israel di Twitter.
Elon Musk yang semakin terpojok tampak masih berusaha netral (termasuk menyatakan akan mencari cara memberi akses internet Starlink kepada para relawan internasional dan wartawan di Gaza).
Tapi serangan berat terjadi pada 15 November, setelah cuitannya yang sebenarnya cuitan “biasa” menjadi amunisi bagi Zionis.
Waktu itu, akun @breakingbaht mencuit tentang orang Yahudi membenci orang kulit putih dan menyatakan ketidakpedulian terhadap antisemitisme. Musk merespons dengan cuitan “Anda telah mengatakan kebenaran sebenarnya.”
Cuitannya itu mengundang reaksi dari kaum pro Zionis, termasuk Pemerintah Amerika Serikat. Cuitan itu dimaknai sebagai “Yahudi mendukung imigrasi minoritas untuk menggantikan populasi kulit putih.”
Pada 17 November, Gedung Putih secara resmi mengatakan: “Kami mengutuk promosi kebencian antisemitis dan rasial ini dengan keras, yang bertentangan dengan nilai-nilai inti kami sebagai warga Amerika.”
Reaksi ini diikuti dengan penarikan diri merek-merek besar yang dikuasai Yahudi dari Twitter. Misalnya, Disney, IBM, Apple, Airbnb, Coca-Cola, Microsoft, Fox, dan Warner Bros.
Ini pukulan keras bagi Twitter, seperti peribahasa: sudah jatuh tertimpa tangga.
Soalnya sekitar 50 merek terkenal telah menarik iklannya dari Twitter sejak November 2022, sebulan setelah Elon Musk membeli Twitter. Dan khusus pada 2022, sekitar $750 juta atau Rp 10 triliun lebih uang iklan menghilang dari kas Twitter.