Tak Kuorum, Rapat Paripurna DPR soal Pengesahan RUU Pilkada Ditunda
Share
PENUTUR.COM – DPR menunda rapat paripurna yang akan mengesahkan revisi UU Pilkada. Rapat tersebut ditunda karena peserta rapat tidak mencapai kuorum.
“89 hadir, izin 87 orang, oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat bamus untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi,” kata Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad sambil mengetuk palu sidang, Kamis (22/8).
Rapat tersebut pertama diskors selama 30 menit sejak pukul 09.00 WIB. Setelah ditunggu selama 30 menit, hadirin rapat dari 9 fraksi di DPR tak kunjung memenuhi kuorum sehingga rapat pun akan dijadwalkan ulang.
Meski begitu, Dasco tak menyebut kapan paripurna tersebut akan dimulai kembali. Rencananya, rapat paripurna hari ini adalah untuk mengesahkan Revisi UU Pilkada imbas putusan Mahkamah Agung yang sudah dibahas di Badan Legislasi (Baleg).
Suasana rapat bamus paripurna DPR ditunda karena tidak memenuhi quorum pada Kamis (22/8/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Sebelumnya, Baleg menyepakati bahwa RUU Pilkada tetap mengacu pada putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diketok MA pada 29 Mei 2024. Putusan menyatakan bahwa syarat minimum kepala daerah dihitung ketika pelantikan.
Aturan ini dikaitkan dengan pencalonan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju pilgub. Sebab umurnya akan cukup sebagai syarat maju pemilihan gubernur apabila 30 tahun ketika dilantik.
Padahal, ada pertimbangan MK yang menyatakan bahwa syarat tersebut berlaku pada saat pencalonan. MK bahkan menegaskan bahwa pertimbangan itu mengikat. Namun Baleg DPR lebih memilih untuk merujuk pada putusan MA.
Sementara terkait ambang batas parpol mencalonkan kepala daerah, DPR kemudian kembali ‘menghidupkan’ pasal yang sudah diubah MK.
RUU Pilkada yang disepakati DPR diatur bahwa ketentuan parpol yang mempunyai kursi DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah adalah paling sedikit 20% dari kursi DPRD atau 25% dari suara sah pileg di daerah yang bersangkutan. Sementara bagi parpol yang tidak memiliki kursi DPRD mengacu berdasarkan suara sah di daerah tersebut.
Padahal, MK sudah menganulir soal ketentuan yang mengacu pada kursi DPRD. Sehingga yang diberlakukan oleh MK adalah berdasarkan suara sah di daerah terkait.