Profil PM Bangladesh Sheikh Hasina, Diguncang Demo Maut-Kabur ke India
Share
PENUTUR.COM – Bangladesh mengalami kegoncangan kekuasaan. Hal ini terjadi setelah demonstrasi berjilid-jilid yang dilakukan mahasiswa Negeri Bengali yang akhirnya mendorong Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina untuk kabur ke India.
Saluran 24 Bangladesh menyiarkan gambar kerumunan orang yang berlarian ke kediaman resmi PM yang dituntut mundur oleh mahasiswa itu.
Para pendemo melambaikan tangan ke kamera saat mereka merayakan kemenangan dengan kaburnya Hasina ke India.
“Saya berada di dalam Istana Ganabhaban. Ada lebih dari 1.500 orang di dalam istana. Mereka memecahkan perabotan dan kaca,” kata jurnalis Bangladesh Yeasir Arafat kepada AFP.
Hasina sendiri kabur sebelum dirinya dapat berpidato menenangkan massa yang meminta dirinya mundur lantaran kebijakan kuota pegawai negeri sipil (PNS).
Massa diketahui terus berdemo meski Hasina dan administrasinya memberlakukan kebijakan yang keras dengan melakukan penangkapan dan membredel kelompok oposisi.
Lalu, bagaimana sebenarnya profil dan latar belakang Hasina sebelum akhirnya harus kabur dari Dhaka?
Lahir pada tahun 1947 dalam keluarga Muslim di Benggala Timur, Hasina aktif berpolitik sejak usia muda. Ayahnya, Mujibur Rahman, adalah figur yang memerdekakan Bangladesh pada tahun 1971.
Saat muda, Hasina sudah menjadi pemimpin mahasiswa terkemuka di Universitas Dhaka.
Pembunuhan ayahnya dan sebagian besar keluarganya dalam kudeta militer tahun 1975 membuat dirinya dan adik perempuannya menjadi satu-satunya yang selamat, karena mereka berada di luar negeri saat itu, tepatnya di India.
Setelah masa pengasingan di India, Hasina kembali ke Bangladesh pada tahun 1981 dan mengambil alih kepemimpinan Liga Awami.
Ia memainkan peran penting dalam mengorganisasi protes pro-demokrasi terhadap pemerintahan militer Jenderal Ershad, dan dengan cepat naik ke puncak popularitas nasional.
Pada tahun 1996, ia terpilih menjadi PM. Namun, pemerintahannya menghadapi kritik atas dugaan korupsi dan anggapan pilih kasih terhadap India.
Pada 2001, Hasina kehilangan kekuasaannya karena kalah dari mantan sekutu yang berubah menjadi musuh, Khaleda Zia.
Hasina kemudian terpilih lagi menjadi PM pada 2008 menyusul kemenangan telak oleh Liga Awami.
Wanita berusia 76 tahun itu kemudian menjadi pemimpin yang menjabat paling lama dalam sejarah Bangladesh dan merupakan kepala pemerintahan wanita terlama di dunia.
Selama 15 tahun masa jabatannya baru-baru ini, pemerintahan Hasina ditandai dengan penangkapan besar-besaran terhadap lawan politik dan sanksi hak asasi manusia terhadap pasukan keamanannya.
Dia memerintah dengan apa yang disebut para kritikus sebagai ‘tangan besi’. Saingan politik utamanya, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), telah menghadapi puluhan ribu kasus hukum.
Sepanjang masa jabatannya yang panjang, Bangladesh menyaksikan tiga pemilihan yang sangat kontroversial, dua di antaranya dilakukan tanpa partisipasi oposisi yang besar, sementara pemilihan 2018 secara luas dikritik sebagai ‘pemilihan tengah malam’ karena tuduhan kecurangan.
Namun sejak Juli 2024, ia menghadapi protes berskala besar yang dimulai sebagai demonstrasi yang dipimpin mahasiswa terhadap kuota pekerjaan pegawai negeri.
Protes ini meningkat menjadi beberapa kerusuhan paling intens dalam kepemimpinannya, dengan meningkatnya seruan agar ia mengundurkan diri.
Awalnya aksi demonstrasi berlangsung damai. Namun protes berubah menjadi kekerasan setelah bentrokan dengan polisi dan kelompok mahasiswa pro-pemerintah, yang menuai kritik internasional yang signifikan.
Hingga Senin kemarin, korban tewas yang tercatat meningkat menjadi sedikitnya 300 orang. Selain itu, ada 10 ribu orang yang ditangkap atas tuduhan mengganggu keamanan.