Punya Catatan Buruk, Pengamat Nilai Suharto Tak Layak Jadi Wakil Ketua MA
Share
PENUTUR.COM – Proses pencalonan Wakil Ketua Mahkamah Agung mulai berlangsung. Sejumlah kandidat mulai ancang-ancang untuk maju memperebutkan posisi nomor dua di lembaga tersebut.
Nama hakim Suharto yang kini mendudukiKetua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), juga dikabarkan ikut mencalonkan diri. Kendati begitu, ia dinilai memiliki catatan buruk karena pernah menganulir vonis terpidana pembunuhan berencana eks Kadiv Propam Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi seumur hidup.
Pakar hukum pidana, Herdiansyah Hamzah, menyebut jika rekam jejak seseorang sudah tercemar, maka tidak pantas bagi mereka untuk menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (Waka MA) di bidang Non Yudisial.
Pernyataan ini muncul menyusul kabar bahwa Ketua Kamar Pidana, Suharto, menjadi salah satu kandidat untuk posisi tersebut. Herdiansyah mengatakan, bahwa jika rekam jejak seseorang sudah buruk, maka sudah pasti mereka tidak layak.
Ini merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh tim seleksi. Meskipun begitu, dia mengakui bahwa belum melakukan profiling secara detail terhadap para kandidat tersebut.
“Kalau rekam jejaknya buruk, ya pasti tidak layak. Dihitungnya dari situ, itu yang harus diprofiling oleh tim seleksinya,” ucap Herdiansyah kepada wartawan di Jakarta kepada wartawan, Sabtu (20/4).
Dia juga menekankan bahwa kinerja seseorang merupakan aspek penting dalam membangun sistem merit di dalam sebuah lembaga. Jika masih ada kecenderungan dalam pemilihan berdasarkan preferensi pribadi, maka lembaga tersebut tidak akan berkembang. Hal ini juga akan berdampak negatif terhadap kepercayaan publik.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Abdul Fickar, Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti. Menurutnya, seseorang layak untuk menduduki posisi Waka MA bidang non-yudisial jika tidak memiliki rekam jejak yang buruk seperti korupsi atau kejahatan lainnya. Jika menurut panitia seleksi seseorang layak, maka dia berhak menduduki jabatan tersebut.
Fickar juga menambahkan bahwa keputusan untuk mendaftar sebanyak apa pun adalah hak seseorang, begitu juga dengan keputusan panitia untuk menerima atau menolak. Keputusan tersebut harus didasarkan pada kapabilitas, kebutuhan, dan kewenangan panitia.
“Mendaftar berapa kali pun itu hak seseorang, soal diterima atau tidak, itu juga hak panitia. Soal cocok tidaknya, itu berkaitan dengan kapabilitas, kebutuhan dan kewenangan panitia. Jika ketiganya bertemu, ya itu ideal berapa kali pun calon mendaftar,” ujarnya.
Suharto sebelumnya pernah mendaftar hingga empat kali sebagai hakim agung sebelum akhirnya terpilih pada tahun 2021. Dirinya juga sempat ambil andil dalam memotong vonis hukuman mati terhadap Eks Kadivpropam Polri Ferdy Sambo, menjadi hukuman seumur hidup.