Kehilangan Makna Hidup Setelah Pensiun?
Share
PENUTUR.COM – Masa-masa bekerja untuk keluarga telah selesai pada orang berusia sekitar 55 – 60 tahun.
Orang yang biasanya bekerja secara tetap dan rutin, seperti pegawai negeri, biasanya tak siap menghadapi selesainya masa produktif ini. Ada sesuatu yang terasa hilang: jabatan, kekuasaan, dan rutinitas.
Gejala memasuki masa pensiun seperti ini biasanya diistilahkan sebagai post power syndrome.
Pada umumnya, pada usia 55 – 60 tahun, seseorang mulai kehilangan peran. Ada empat peran yang hilang yaitu:
- Peran ekonomi: tidak lagi berfungsi sebagai tulang punggung keluarga
- Peran sosial: kehilangan kontak
- Peran eksistensi: merasa kehilangan kemampuan melakukan sesuatu
- Peran sebagai ayah: kehilangan anak karena umumnya mereka sudah mulai mandiri
Gejala
Penderita post power syndrome merasa dirinya menjadi kurang bermakna dibandingkan sebelumnya.
Ia selalu merasa sedih, tidak bergairah, tidak ingin nonton TV, atau menarik diri dari pergaulan, tidak bisa lagi berkonsentrasi.
Bahkan pada tahap yang lebih berat, timbul psikosis dan keinginan bunuh diri. Psikosis yaitu halusinasi bahwa ada suara yang menyuruhnya bunuh diri karena merasa berdosa.
Selain itu, penderita akan mengalami kecemasan yang berlebihan dan keluhan-keluhan fisik seperti merasa berdebar-debar, jantung terasa sakit, dan cepat lelah.
Siapa yang terkena?
Tidak semua orang yang pensiun dari pekerjaannya akan mengalami gejala ini. Umumnya, yang terkena sindrom ini adalah seseorang yang perkembangan kepribadiannya kurang matang, baik dari sejak masa dewasa sampai ke masa usia lanjut.
Dampak
Pada orang yang sebelumnya mempunyai penyakit seperti hiperkolesterol, diabetes, hipertensi, sindrom ini dapat memperparah penyakitnya bahkan menimbulkan komplikasi.
Yang paling dikawatirkan, post power syndrome malahan dapat menimbulkan penyakit yang sebelumnya tidak pernah diderita.
Selain itu, penderita post power syndrome sering mengalami overdosis dan ketergantungan karena sering mengonsumsi obat-obatan.
Kadang-kadang penderita juga akan mencari perilaku kompensasi yang tidak sehat. Misalnya, perselingkuhan.
Terapi
Terapi untuk sindrom ini terdiri dari terapi biologi atau obat-obatan dan terapi psikososial. Obat yang diberikan adalah antidepresan yang efek sampingnya rendah.
Terapi psikososial ditujukan untuk memperkuat kepribadian dan keterampilan individu dan terapi terhadap keluarganya.
Pencegahan
Pencegahan sedini mungkin dapat dilakukan dengan menginformasikan anggota keluarga dan seseorang yang akan pensiun tentang gejala ini.
Masa pra-pensiun jangan hanya setahun melainkan sampai dua atau tiga tahun.
Selama masa pra-pensiun itu, calon pensiunan sebaiknya diberikan semacam program persiapan menghadapi kondisi barunya dan juga diberikan program pelatihan ketrampilan.
Cara terbaik untuk mencegah dan menghadapi masa pensiun adalah mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Tidak ada yang perlu Anda cemaskan karena semuanya sudah ditakdirkan dan Tuhan memberikan yang terbaik untuk hamba yang mendekatkan diri kepada-Nya.