LOADING

Ketik di sini

Gaya Hidup

Terapi Hormon untuk Mengatasi Keropos Tulang Akibat Menopause

Share
Obat hormon. Foto: Michal Parzuchowski @Unsplash

PENUTUR.COM – Penyakit keropos tulang (osteoporosis) dan sindrom klimakterium muncul sebagai dampak menopause, yaitu berhentinya mentruasi secara permanen gara-gara penurunan produksi hormon estrogen.

Sindrom klimakterium meliputi gejolak panas dan berkeringat pada malam hari, gelisah dan tidak bisa tidur, rasa tertekan, rasa tidak enak, fisik terasa lemah, menurunnya libido, vagina kering dan terasa sakit, nyeri persendian, kulit kering, mata kering, migren dan keputihan.

Gejala awal dan paling banyak dikeluhkan perempuan adalah gejolak panas.

Untuk mengatasi kondisi yang tidak nyaman ini, dokter bisa menyarankan terapi hormon yang terdiri dari estrogen (estrogen replacement therapy) atau kombinasi estrogen dengan progesteron (hormone replacement therapy).

Terapi hromon juga bermanfaat mengurangi risiko serangan jantung koroner.

Terapi hormon yang hanya terdiri dari estrogen cocok diberikan untuk perempuan yang tidak mempunyai kandung telur dan rahim. Sedangkan progesteron di dalam terapi kombinasi diberikan untuk mencegah timbulnya kanker.

Terapi kombinasi (menggunakan progesteron dan estrogen) hanya diberikan kepada perempuan yang masih mempunyai kandung telur dan rahim.

Dalam perkembangannya, terapi hormon bukan hanya untuk memperlambat osteoporosis dan menghilangkan sindrom klimakterium, tapi juga mencegah terjadinya patah tulang, jantung koroner, pikun, stroke, inkontinensia urin (ngompol), mencegah kulit keriput, mata kering, dan mempertahankan hubungan suami isteri sampai usia 80 tahun. Selain itu diduga dapat mencegah penyakit jantung dan Alzheimer.

Terhadap kedua penyakit yang terakhir ini, kini para ahli masih melakukan penelitian untuk memastikan kebenarannya.

Orang yang mendapat terapi hormon juga akan tampak muda kembali. Hal itu ditandai dengan pengencangan payudara, bugar, dan kemaluannya tidak kering lagi. Memang banyak pasien mengeluh dengan keadaan ini. Untuk itu, terhadap perempuan usia lanjut, dosisnya tidak tinggi, tapi disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

BACA JUGA  Berkat Cristiano Ronaldo, Liga Arab Saudi Kini Jadi Sorotan Dunia

Sebelum mendapat terapi hormon, beberapa pemeriksaan dan kondisi yang sifatnya individu perlu dipertimbangkan untuk mengidentifikasi apakah pasien mempunyai kondisi yang termasuk dalam kategori kontraindikasi.

Selain itu, pemberian terapi ini juga didasarkan pada persetujuan dengan pasien karena biayanya mahal dan mesti dilakukan sepanjang hidup.

Pada saat pertama kali ditemukan (di tahun 1970-an), kontraindikasi terapi hormon ini mencapai seratus keadaan. Tetapi dari penelitian-penelitian selanjutnya, ternyata ditemukan hanya lima kontraindikasi, yaitu kanker payudara, penyakit lever yang berat, kanker kulit oak, hiperkolesterol karena kelainan bawaan, dan perdarahan rahim karena sebab yang tidak jelas.

Efek Samping
Di samping manfaat yang didapatkan oleh pasien, terapi hormon mempunyai efek samping, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Efek jangka pendek yang timbul berupa pembengkakan dan rasa kencang pada payudara, keram pada otot, dan perasaan mudah tersinggung, depresi dan bercak darah pada vagina.

Efek jangka panjang berupa kanker endometrium, kanker payudara, dan penggumpalan darah pada pembuluh darah.

Efek jangka pendek biasanya diatasi dengan mengatur waktu pemberian obat, dan mengontrol dosis obat tersebut. Sedangkan efek jangka panjang, menurut dr. Siti, tidak banyak ditemukan. Tapi, efek jangka panjang yang harus dicermati hanyalah kanker.

Memang, perempuan yang berisiko tinggi terkena kanker sebaiknya tidak menjalani terapi hormon. Jika dokter menilai risikonya rendah, terapi ini dapat diberikan tetapi dengan pengontrolan yang ketat.

Seiring perkembangan zaman, bagi pasien yang berkontraindikasi terhadap esterogen, kini sudah tersedia bisfosfonat.

Tapi, zat yang berkhasiat seperti esterogen ini hanya terbatas mengatasi keropos tulang. Selain, sudah ditemukan pula fitoestrogen, estrogen sintetik dan ekstraksi estrogen manusia.

Fitoestrogen adalah estrogen yang alamiah dan banyak terkandung pada kedelai dan produk olahannya seperti tempe. Tapi, hingga kini, penelitian terhadap fitoesterogen, estrogen sintetik, estrogen manusia, masih dilanjutkan.

BACA JUGA  Social Jet Lag, Susah Tidur yang Melelahkan

Di masa mendatang, terapi hormon akan menjadi populer. Berkat terapi ini, diharapkan perempuan usia lanjut masih tetap produktif seperti halnya pada perempuan usia muda.

Tags: