Ucapan Presiden Jokowi Soal Netralitas Banyak Diragukan, Pengamat: Buktikan dengan Aturan Tegas
Share
PENUTUR.COM – Banyak pihak meragukan ucapan Presiden Joko Widodo soal netralitas pemerintah dalam ajang Pemilihan Umum dan Pilpres 2024.
Salah satu alasannya adalah keikutsertaan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Diketahui dalam berbagai kesempatan Jokowi mengingatkan soal netralitas pemerintah dan aparat dalam Pemilu dan Pilpres 2024.
Namun pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai tidak cukup atas pernyataan karena ttidak mempunyai kekuatan yang mengikat.
“Permintaan presiden yang cenderung imbauan itu tentu tidak cukup,” ujar pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, Kamis, (9/21).
“Namanya imbauan tentu tidak memiliki kekuatan mengikat untuk memaksa semua penyelenggara dan pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu,” lanjutnya.
Menurutnya, presiden harus tegas dan konkret dengan menerbitkan payung hukum yang akan menjadi pegangan dan pedoman bagi seluruh alat negara untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.
“Karena itu, presiden harus tegas dengan mengeluarkan instruksi ke semua pihak yang berpotensi mengintervensi pemilu. Instruksi itu seyogyanya diikuti sanksi yang berat bagi pihak-pihak yang mengabaikan instruksi presiden,” katanya.
Jamiluddin menyebut beberapa lembaga khusus berkenaan isu netralitas pemerintah, seperti BIN, TNI, Polri, kementerian, lembaga kepresidenan, dan pemerintah daerah.
Lembaga tersebut perlu mendapat perhatian khusus untuk memperoleh instruksi dari presiden agar tetap netral karena berpotensi untuk mengintervensi pemilu, khususnya KPU dan Bawaslu.
“Kalau semua lembaga tersebut mendapat instruksi dari presiden, setidaknya mereka akan berpikir panjang untuk mengintervensi pemilu,” ujar Jamaluddin.
Apalagi kalau sanksinya diberikan secara tegas kepada mereka yang melakukan pelanggaran,” sambungnya.
KPU dan Bawaslu juga harus menjaga netralitas. Sebab, bukan rahasia lagi KPU dan Bawaslu masih ada yang bermain mata dengan peserta pemilu.
Karena itu, presiden harus memastikan KPU dan Bawaslu tetap taat asas melaksanakan tugas dan fungsinya.
Dengan begitu, KPU dan Bawaslu di semua tingkatan tidak ada lagi yang tergoda dengan ajakan peserta pemilu untuk melakukan tindakan yang tidak netral.
“Jadi, presiden tidak cukup menghimbau kepada pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu,” tutur Jamaluddin.
Presiden, lanjutnya, harus mengeluarkan instruksi dengan sanksi tegas kepada semua lembaga terkait yang potensial mengintervensi pemilu.
“Hanya dengan begitu, intervensi terhadap pemilu dapat diminimalkan,” pungkas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta itu.