Minta KPK Lanjutkan Proses Kasus Suap, Abraham Samad: “Basarnas Bukan Institusi di Bawah Militer”
Share
PENUTUR.COM – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di lingkungan Basarnas menuai polemik.
Dalam OTT yag dilakukan pada Selasa, (25/7), KPK menetapkan lima orang tersangka dua diantaranya dari kalangan militer yaitu Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto.
Namun dalam proses selanjutnya pihak TNI merasa keberatan lantaran tidak dilibatkan dalam OTT tersebut. Padahal, target OTT terdapat perwira aktif TNI yang tunduk pada peradilan militer.
Menanggapi protes dari TNI, KPK mengakui ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Henri Alfiandan Afri Budi Cahyanto. KPK pun menyampaikan permohonan maaf.
“Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7).
“Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama,” tambahnya.
Johanis mengatakan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia mengakui ada kekhilafan dari penyidik KPK.
“Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI atas kekhilafan ini mohon dimaafkan,” kata dia.
Melihat perkembagan yang terjadi, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memproses hukum perwira TNI di Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) yang terlibat korupsi.
“KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tidak boleh takut untuk memproses hukum perwira TNI yang terlibat korupsi,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, dalam keterangan tertulis pernyataan bersama koalisi dalam keterangan tertulis, Jumat, (28/7).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri atas Imparsial, Elsam, Centra Initiative, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Nasional, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Amnesty International Indonesia.
Tergabung pula Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Masyarakat, Human Rights Working Grup (HRWG), The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, dan Aliansi Demokrasi Untuk Papua (AIDP).
Al Araf mendesak KPK untuk mengusut tuntas secara transparan dan akuntabel dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Basarnas dan anak buahnya tersebut. Koalisi menilai KPK harus memimpin proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat dugaan korupsi di Basarnas.
“Jangan sampai UU peradilan militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal pencurian uang negara tersebut secara terbuka dan tuntas,” kata Al Araf.
Hal serupa juga disuarakan oleh mantan Komisioner KPK, Abraham Samad yang meminta KPK untuk terus memproses kasus suap di Basarnas.
Terlebih, Basarnas bukan merupakan institusi yang ada di bawah militer walaupun pemimpinnya TNI aktif.
“Karena kita lihat Basarnas bukan institusi yang ada di bawah militer langsung walau Kabasarnas adalah TNI aktif. Korupsi yang berkaitan dengan pengadaan bukan militer tapi sipil,” ujar Abraham Samad.
Namun dilanjutkan Abraham Samad korupsi yang dilakukan adalah pengadaan bukan buat militer tapi sipil.
Sehingga semestinya KPK tidak perlu meminta maaf tapi tetap menjalankan proses hukum bagi para tersangka sembari terus bekerja sama dengan POM TNI.