Mengawal Anak Memasuki Masa Puber agar Tidak Salah Arah
Share
PENUTUR.COM – Setiap orang mengalami masa puber. Mungkin Anda termasuk orang yang tak bisa mengingat dengan tepat kapan proses yang penting itu terjadi.
Kini, sebagai orang tua, Anda sebaiknya menemani anak Anda melewati masa puber dengan baik. Pada masa itu, anak sudah mulai memiliki kemampuan reproduksi anak dan kematangan seksual. Tentu, Anda tak mau dia salah arah.
I’m not A Girl Not Yet A Woman…
Secara fisik, pada saat puber, remaja mengalami beberapa perubahan yang cukup drastis. Pada perempuan, hal itu ditandai dengan tumbuhnya payudara, bentuk pinggul mulai membesar, dan menstruasi.
Terdengar bukan rahasia lagi? Kenyataannya, banyak anak perempuan yang masih bingung menghadapinya.
Sekalipun mereka telah mendengar bahwa menstruasi adalah hal yang wajar terjadi, tak urung mereka resah saat darah pertama kali keluar dari vagina. Karena itu, para ibu sebaiknya telah mempersiapkan anaknya sebelum menstruasi pertama (menarche) terjadi,.
Memasuki puber, anak perempuan juga telah memiliki hormon progesteron, dan estrogen yang menandakan bahwa organ reproduksinya sudah bisa bekerja. Walau demikian, ia belum siap untuk menjadi ibu. Istilahnya, I’m not a girl not yet a woman…
Bagaimana dengan anak lelaki? Mereka akan mengalami perubahan pita suara sehingga suaranya menjadi lebih berat, dan mulai muncul hormon testosteron.
Pada tempat tertentu seperti di sekitar kelamin, ketiak, dada, dan di sekitar dagu, mulai muncul rambut. Remaja pria ini juga sudah mampu untuk melakukan tugas reproduksinya.
Ini ditandai dengan mimpi basah yang mulai dialaminya. Sama seperti pada anak perempuan, remaja pria ini juga perlu diberi informasi tentang apakah mimpi basah itu.
Yang patut dicatat, sekarang tak ada waktu standar kapan masa puber dimulai.
Kalau dulu sekitar usia 11-13 tahun, kini anak usia 7 tahun pun bisa mengalami ciri puber. Mengapa bisa lebih cepat? Pemenuhan gizi yang membaik mempercepat munculnya hormon.
Selain itu, banyaknya informasi yang berbau seksual yang mungkin merangsang rasa ingin tahu anak, turut berperan.
Karena itu, sulit memastikan perkiraan waktu puber anak. Yang paling mudah, mulailah menjelaskan saat anak mulai menanyakan hal itu.
Memang, penjelasan yang diberikan tidak bisa terlalu detil. Penjelasan harus sesuai dengan perkembangan si anak sendiri.
Informasi tentang seks tidak perlu ditutupi. Apabila terlalu disembunyikan, dikhawatirkan si anak justru akan mencari informasi dari luar, misalnya teman-temannya, yang informasinya belum tentu benar.
Orang tua juga perlu memahami masalah ini, dan mengkomunikasikannya dengan baik.
Banyak kasus hamil di luar nikah yang terjadi pada anak sekolah akibat remaja tak sanggup menahan rasa ingin tahunya akan hubungan seks.
Kegiatan seksual terkesan cuma ‘milik’ orang dewasa, sehingga remaja penasaran dan ingin mencobanya.
Mereka perlu diingatkan bahwa hubungan seks adalah ekspresi paling intim dari hubungan dua orang yang saling mencintai yang terikat dalam lembaga pernikahan. Hubungan ini sakral, bukan untuk dipermainkan.
Ada juga remaja yang masa pubernya datang terlambat, misalnya terlambatnya menstruasi pertama pada wanita.
Hal ini bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, stres terus menerus yang berat, misalnya pada atlet remaja yang terlibat banyak kompetisi. Sebenarnya, apabila stresnya sudah hilang, menstruasi akan datang.
Penyebab lain? Ada kelainan baik pada bagian saraf yang mengatur hormon dalam tubuh, maupun pada ovariumnya sendiri sehingga organ reproduksi belum juga matang. Biasanya ginekolog akan memeriksa mulai dari ovarium dulu, lalu ke bagian saraf.
‘Pemberontak’ Mencari Jati Diri
Pada masa puber, akibat pengaruh hormon, tingkat emosi remaja akan meningkat. Cirinya, anak sering berontak, kadang bersikap terlalu kritis menghadapi orang tua.
Biasanya mereka merasa cukup pintar untuk membantah pendapat orang tua, mereka lebih suka diajak berdiskusi daripada harus menelan begitu saja semua ucapan orang tua.
Hal ini wajar karena cara berpikir mereka pun berkembang. Karena itu, orang tua perlu mempersiapkan diri sendiri, dan anaknya untuk menghadapi situasi seperti itu.0
Orang tua perlu memperlakukan anak bak orang dewasa, sambil terus membimbing anak yang sedang belajar menjadi orang dewasa ini.
Jika orang tua membuat benteng komunikasi dengan sang anak –walau tak sengaja—tentu anak akan malas melibatkan orang tuanya dalam proses pencarian jati dirinya.
Orang tua menempatkan dirinya sebagai ‘sahabat’ anak. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak sejak kecil, memudahkan anak melewati masa puber.
Pada masa puber, anak mulai mengenal dirinya dan lingkungannya. Banyak orang tua yang ‘menyerahkan’ proses ini kepada si anak sendiri dan sekolah.
Sebaiknya orang tualah yang membimbing sang anaknya melewati proses yang penting tersebut. Mereka perlu memberikan tuntunan supaya anak mulai menemukan dirinya (self discovery) untuk bisa melihat apa yang ada padanya sebagai karunia Tuhan.
Anak yang berhasil melewati masa puber dengan baik akan tumbuh sebagai pribadi yang percaya diri dan tidak mudah diombang-ambingkan lingkungannya.
Ia bisa melangkah dengan mantap menuju masa depannya yang penuh tantangan.