LOADING

Ketik di sini

Hukum

Pekerja Tak Lagi Wajib Jadi Peserta Usai MK Batalkan UU Tapera yang Sempat Timbulkan Kontroversi

Share

 

PENUTUR.COM — Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara keseluruhan setelah menyatakan pasal jantung dalam beleid tersebut inkonstitusional.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo dalam sidang yang digelar, Senin (29/9) dilansir dari Kompas.

Keputusan itu memastikan pekerja tak lagi berkewajiban menjadi peserta Tapera yang memicu kontroversi sepanjang tahun 2024.

Namun, untuk menghindari kekosongan hukum, UU Tapera tetap berlaku selama dua tahun ke depan, sembari memberi waktu pembentuk undang-undang menata ulang pengaturan pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan.

MK menegaskan kebijakan yang telah berjalan, termasuk kewajiban iuran untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri, masih berlaku selama dua tahun.

Tenggat itu dimaksudkan agar pembentuk undang-undang bisa merumuskan ulang sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban berlebihan bagi pekerja, pemberi kerja, maupun pekerja mandiri.

Putusan ini mengabulkan permohonan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Mereka mengajukan uji materi terhadap Pasal 7 Ayat (1) UU Tapera yang berbunyi: “Setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta.”

Gugatan itu merupakan bagian dari tiga perkara serupa yang diajukan oleh 12 serikat pekerja, yang menuntut agar kata “wajib” dihapus dari pasal tersebut.

Para buruh menilai, iuran sebesar 3 persen (2,5 persen ditanggung pekerja, 0,5 persen ditanggung pemberi kerja) yang diatur dalam peraturan turunan UU Tapera justru memberatkan.

Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra, Tapera tidak sesuai dengan karakteristik tabungan.

“Secara konseptual, Tapera tidak sesuai dengan hakikat tabungan yang sejatinya bersifat sukarela, karena tidak lagi terdapat kehendak bebas,” kata Saldi.

BACA JUGA  MK Bakal Putuskan Batas Usia Capres-Cawapres pada 16 Oktober 2023

Ia menekankan, Tapera juga tidak termasuk dalam kategori pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana dimaksud Pasal 23A UUD 1945, maupun dalam kategori pungutan resmi lainnya.

“Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan pemohon,” ujar Saldi Isra.

Menurut MK, negara harus ditempatkan sebagai penanggung jawab utama penyediaan rumah layak bagi warga. Namun, Pasal 7 Ayat (1) UU Tapera justru tidak sejalan dengan tujuan tersebut.

Norma yang mewajibkan setiap pekerja, termasuk pekerja mandiri berpenghasilan minimal setara upah minimum, menjadi peserta Tapera, dinilai menggeser peran negara dari “penjamin” menjadi “pemungut iuran.”

“Hal ini tidak sejalan dengan Pasal 34 Ayat (1) UUD 1945, yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan, bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan,” tegas Saldi.

Mahkamah juga menilai Pasal 7 Ayat (1) UU Tapera berpotensi menambah beban pekerja maupun pemberi kerja.

Terutama bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pemberi kerja yang usahanya dibekukan atau dicabut izin usahanya.

Situasi tersebut berisiko mendegradasi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

 

Tags:

You Might also Like