Kejagung Periksa Miss Indonesia 2010 Terkait Korupsi di PT Pertamina
Share

PENUTUR.COM — Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Miss Indonesia tahun 2010, Asyifa Syafningdyah Putriambami terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut pemeriksaan terhadap Asyifa dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus pada Jumat (2/5) lalu.
Harli menjelaskan Asyifa diperiksa dalam kapasitas sebagai SR Officer External Comm Media Pertamina International Shipping pada tahun 2022-2024.
Harli menyebut dalam periode tersebut Asyifa diduga pernah menerima sejumlah aliran dana korupsi dari tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak dan juga Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.
“Diduga dalam kurun waktu 2022 sampai 2024 menerima aliran dana dari GRJ,” jelasnya.
Asyifa diduga menerima uang senilai Rp185 juta dari Gading Ramadhan. Namun, Harli mengaku masih belum bisa menjelaskan duduk perkara aliran uang tersebut.
Selain Asyifa, Kejagung juga memeriksa delapan saksi lain, yakni AB selaku VP Crude & Product Trading & Commercial, WB selaku Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), dan SA selaku Manager Tonnage Management PT Pertamina International Shipping.
Kamudian, MG selaku Manager Treasury PT Pertamina International Shipping, RP selaku staf PT Pertamina International Shipping dan HASM selaku VP Crude & Gas Operation PT Pertamina International Shipping tahun 2021 sampai 2023.
AS selaku VP Tonnage Management & Service PT Pertamina International Shipping tahun 2022 sampai 2023 dan ATW selaku staf Fungsi Crude Trading ISC.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri atas enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.
Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun.
Rinciannya berupa kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.